Sepeda hijau Putri


Sore ini Putri bersemangat untuk belajar naik sepeda. Sejak bangun tidur sudah bersiap-siap mengayuh pedal sepeda hijaunya. Saya pun bergegas menemaninya keluar rumah untuk belajar naik sepeda. Awal-awal belajar, sepedanya minta dipegangi dan Putri sedikit demi sedikit belajar mengayuh pedal. Sebentar–sebentar kakinya lepas dari pedal dan sepeda berhenti. Kemudian minta jalan lagi dan tetap masih dipegangi. Saya mencoba untuk menguji nyalinya dengan pelan-pelan melepas pegangan sepedanya. Ketika Putri tahu pegangannya dilepas, dia justru menghentikan sepedanya, bukan berusaha untuk mengayuh pedal sendiri. Ah! Beda paham ternyata.

Maksud hati melepas sepeda pelan-pelan, supaya Putri cepat bisa belajar keseimbangan, ternyata justru Putri merasa tidak nyaman dan belum berani mengayuh sendiri sepedanya. Padahal tubuhnya sudah cukup mampu menopang dan menjaga diri sewaktu-waktu akan jatuh. Dan kakinya pun sudah cukup panjang untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Namun, Putri tetap belum mau mencoba sendiri mengayuh pedal sepedanya. Ketika saya melepas pegangan  sepedanya, Putri pun berinisiatif menjalankan sepedanya dengan kedua kakinya, supaya sepeda tetap jalan. Beberapa kali proses ini berjalan dan Putri tetap pada pilihannya untuk mendorong sepeda dengan kakinya.

Gemes rasanya saya melihat  keadaaan itu. Jika memakai ukuran kita orang dewasa, dengan posisi itu Putri sudah mampu untuk mengayuh sepedanya sendiri. Tubuh dan kakinya sudah cukup mampu menopang dan menjaga keseimbangan, tetapi Putri tetap memilih belum mengayuh sepedanya sendiri. Dia masih suka menggunakan kakinya untuk mendorong sepeda daripada untuk mengayuh pedal. Keadaan ini menguji kesabaran saya sebagai orangtuanya. Jika mengingat kembali saat-saat dulu menemani kakaknya belajar sepeda di usia yang kurang lebih sama, prosesnya tidak terlalu lama. Kakaknya langsung bisa menyesuaikan diri dan menyeimbangkan tubuhnya, hingga cepat mahir mengayuh pedal sepeda. Berbeda dengan kondisi saat ini, saat saya menemani Putri belajar naik sepeda.

Dan hal ini  membuat saya sadar dan semakin membuka mata, bahwa setiap anak itu memang unik dan memiliki ciri masing-masing. Setiap anak memiliki prosesnya masing-masing. Kita sebagai orang tua tidak bisa memaksakan kehendak kepada anak. Kita sebagai orangtua yang  mesti terus belajar untuk bersabar dan tenang saat menemani proses tumbuh kembang anak-anak. Kita tidak bisa menilai rata bahkan membandingkan anak satu dengan lainnya, karena setiap anak memang berbeda. Kita yang perlu tetap fokus dan menjaga konsentrasi pikir serta hati supaya tetap mampu mengikuti proses kehidupan masing-masing anak hingga mencapai titik puncaknya. insyaAllah.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah Anak Berlatih Mengelola Keuangan?

Berkunjung ke Kantor Lurah Pejaten Timur

Merica dan Ketumbar

Kreasi botol bekas