MEMAHAMI KEMBALI MAKNA PENDIDIKAN


Enam tahun yang lalu, kami memahami bahwa ketika anak-anak sudah direncanakan jenjang sekolah formalnya, dipilihkan lembaga yang terbaik, maka amanlah pendidikannya. Saat mereka seragam dengan anak tetangga kanan kiri, legalah kami. Ketika kami bisa menjawab pertanyaan terkait lembaga pendidikan yang cukup keren tempat anak-anak belajar, ada rasa tenang di hati. Namun kemudian, kami mencoba membuka mata lebih lebar. Mengulik lebih dalam apa yang dirasakan anak. Ternyata, ada ketidaknyamanan di sana. Rasa bersalah pun mulai bergelayut dalam hati kami, dan kami sepakat untuk belajar lagi. Memaknai kembali arti pendidikan.

Ngobrol bareng hari Senin (10/12/2018) di WAG School for Homeschool Facilitators, semakin melengkapi proses kami memahami kembali pendidikan. Dimulai dari obrolan seputar Home Based Education. Para anggota grup pun mengungkapkan ide-idenya, diantaranya sebagai berikut :

Dewi : Kalo ini pemaknaan yang kami tarik sendiri ya, bu.

Kenapa saya dan ⁨Pak Norman⁩ memilih kata homebased untuk mewakili gaya kami saat ini, karena menurut kami homebased itu artinya berbasis dari rumah. Berbasis maksudnya yang menentukan "kurikulum" adalah orang tua dan anak itu sendiri.
Jadi mau belajar di rumah atau bangunan yang disebut sekolah atau pas traveling...tetap tidak lepas dari basis kurikulum yang sudah ditentukan dari rumah.


Setiorini : Menambahkan pak Jiwana ya..


Home Based Education adalah pendidikan berbasis rumah. Yaitu amanah dan kesejatian peran dari setiap orang tua yang tak tergantikan oleh siapapun dan tidak bisa didelegasikan kepada siapapun.
Wajib bagi setiap keluarga.


Pemahaman Home Based Education di atas,  kemudian dilengkapi dengan pembahasan terkait Homeschooling. Anggota grup pun saling berbagi pemikirannya, seperti cuplikan berikut ini :

Jiwana : Homeschooling, pendidikan yang dilakukan di rumah, bisa melibatkan guru dari luar

Setiorini : Homeschooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya.

Obrolan pun semakin seru dan berlanjut membahas tentang pentingnya memiliki “kurikulum keluarga”. Kurikulum ini dibuat supaya orang tua bisa lebih bijak mengamati perkembangan anak-anak. Orang tua bisa lebih memahami, lingkungan seperti apa yang cocok untuk anak-anaknya. Lingkungan bernama ‘sekolah’ atau ‘bersekolah di rumah’.

Lalu, untuk menyusun “kurikulum keluarga”, ilmu apa saja yang diperlukan? Beberapa diantaranya adalah :

Idanayu : Mengenali diri sendiri dan pasangan. Sehingga bisa tahu bagaimana berkolaborasi menjaga amanah berupa anak yang diberikan oleh Allah kepada kita.

Mengenali anak. Mencari tahu kesukaannya (hobi dan passionnya), lalu membersamainya berproses menjalankan amanahnya sebagai hambaNya.


Setiorini : Ilmu yang diperlukan, menurut saya:

1. Ilmu tentang Fitrah Base Education. Mengapa manusia diciptakan dan untuk apa?
2. Ilmu tentang bagaimana membuat misi dan visi keluarga.
3. Ilmu dasar-dasar pendidikan anak
4. Ilmu tentang Talent Mapping


Dewi : ilmu sabar, telaten, dan dolan.

Menyediakan waktu, mengamati, mencatat.


Obrolan ini semakin melengkapi pemahaman kami bahwa pendidikan, sejatinya dimulai dari dalam keluarga. Orang tua yang bertanggung jawab penuh  atas pendidikan anak-anaknya. Schooling atau homeschooling adalah metode pelengkap pendidikan.

Saat sesi ngobrol bareng ini, Ibu Septi selalu memulai poin obrolan dengan menggunakan kalimat tanya. Ibu Septi mengajukan pertanyaan yang membuat para anggota grup harus aktif berpikir. Jawaban-jawaban yang dihasilkan cukup beragam, dari satu pertanyaan yang sama. Jawaban-jawaban ini saling melengkapi satu dengan lainnya. Sesi ngobrol bareng pun menjadi bagian yang sayang untuk dilewatkan.

Penasaran bagaimana isi obrolan selanjutnya?




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah Anak Berlatih Mengelola Keuangan?

Berkunjung ke Kantor Lurah Pejaten Timur

Merica dan Ketumbar

Kreasi botol bekas