Menolak Sampah dan Merubah Gaya Hidup


Kita kejar-kejaran waktu... kerusakan alam dan usaha perbaikan kita ngga sepadan laju kecepatannya
Kita baru belajar mencegah, di saat yang sama sedotan 1000 mungkin sudah terbuang di tempat sampah
(DK Wardhani dalam Sharing Pengalaman Hijrah Nol Sampah, 
WAG Kelas HNS IP Jakarta)

Deg. Pernyataan yang menghujam ke dalam hati. Langsung membayangkan, banyaknya sedotan yang jadi sampah, tersebar kemana-mana. Lalu dampak buruknya mempengaruhi  makhluk hidup di sekitarnya. Menghela napas panjaaang. Sedikit demi sedikit menata hati dan pikir kembali.  Terus memupuk tekad dan semangat sadar sampah. Allah SWT masih melimpahkan sehat dan luang, yuk optimalkan penuh kebaikan.

Masuk pekan kedua program Hijrah Nol Sampah IP Jakarta, kami membedah poin Refuse dan Reduce, permulaan dari piramida 5R. Refuse ini menitikberatkan pada aktivitas menolak barang yang menghasilkan sampah. Mencegah sampah masuk ke rumah kita dengan menolak membeli, menerima dan menggunakan barang yang akan menghasilkan sampah. Intinya, kita membatasi produksi sampah, dimulai dari rumah.

Sebelum memulai minimal produksi sampah, kita bisa amati terlebih dahulu tempat sampah kita. Sampah apa yang banyak bermukim di sana? Kulit buah, tisu, botol plastik, kertas, atau pun makanan yang tidak habis dikonsumsi? Dari berbagai jenis tersebut, sampah manakah yang jumlahnya paling banyak?

Saat hal ini kami lakukan di rumah, ternyata sampah plastik menempati urutan teratas. Mulai dari plastik kemasan camilan anak-anak, plastik bungkus beli sayur, plastik bawaan saat belanja, plastik bungkus paket dan plastik lainnya. Selama ini, kami kurang merasa bersalah ketika membuang plastik-plastik tersebut. Serasa sudah melakukan hal yang baik ketika sampah plastik telah dibuang ke tempat yang semestinya. Sekarang, membuang plastik ke tempat sampah tidaklah cukup. Mesti berpikir untuk mengurangi produksi sampah terutama untuk jenis kantong plastik, botol sekali pakai, sedotan plastik, styrofoam dan gelas sekali pakai. 


Beberapa perlengkapan minim sampah

Berangkat dari evaluasi isi tempat sampah yang dipenuhi plastik tersebut, maka kami pun melakukan langkah-langkah kecil yang solutif. Langkah ini terus akan dipertahankan dan dinaikkan levelnya jika sudah mulai berjalan stabil. Langkah-langkah refuse kami yakni :

1. Membeli es krim kemasan cup. Es krim adalah salah satu camilan yang disukai anak-anak. Biasanya mereka akan membeli es krim berbentuk stik dengan bungkus plastik. Saat ini, kami sudah mencoba untuk bergeser pilihan. Membeli es krim dengan kemasan cup. Pilihan ini didasarkan pada pemikiran bahwa cup es krim masih bisa dipakai untuk wadah lain jika sudah kosong dan bersih. Proses ini pun dibarengi dengan berpikir mencari solusi, bagaimana menikmati es krim yang benar-benar minim sampah. 

2. Membeli makanan dengan wadah sendiri dari rumah. Kami kadang membeli makanan atau sayur lauk di warung dekat rumah. Beberapa waktu masih setia dengan kantong plastik saat berbelanja makanan tersebut. Mulai saat ini, kami berusaha untuk membawa wadah makanan sendiri dari rumah. Merencanakan makanan apa saja yang akan dibeli dan menyiapkan semua wadahnya dari rumah. Ini sangat membantu kami mengurangi produksi sampah plastik di rumah. Meski terkadang, penjual pun tetap memaksakan ada bungkus plastik di belanjaan kami.

3. Membawa tas belanja. Saat berbelanja, selain membawa wadah makanan sendiri, kami pun melengkapinya dengan tas belanja. Kami punya tas belanja khusus untuk membeli makanan di luar rumah. Ada ukuran kecil, sedang dan besar. Langkah ini pun sangat mempengaruhi minimalnya produksi sampah di rumah.

4. Membawa serbet dan sapu tangan. Serbet atau lap kain menjadi bekal wajib kami saat bepergian. Ditambah juga dengan sapu tangan. Kain-kain ini menjadi pengganti tisu saat kami butuh membersihkan tangan dan lainnya.

5. Membawa botol minum dan gelas. Botol minum dan gelas pun selalu kami sediakan dalam tas saat bepergian. Kami mulai berusaha untuk mengurangi sampah botol minum kemasan. Jika perlu tambahan air minum, berupaya  mencari tempat yang menyediakan air minum isi ulang.

6. Mencuci kantong plastik yang sudah masuk ke rumah. Plastik-plastik yang sudah terlanjur masuk ke dalam rumah, coba kami berdayakan kembali. Plastik yang awalnya untuk membungkus makanan, kami cuci bersih dan jemur. Jika diperlukan, bisa kami pakai ulang. Langkah ini berguna untuk mengurangi sampah plastik masuk ke rumah, karena kami sudah membawa sendiri dari rumah. 


Sampah plastik selesai dicuci


Setelah membahas Refuse, menolak barang yang menghasilkan sampah masuk ke rumah, selanjutnya kita akan membahas tentang Reduce. Reduce adalah mengurangi konsumsi, hanya gunakan atau beli barang yang benar-benar dibutuhkan. Selalu pastikan untuk memilih barang yang minimalis dan ramah lingkungan. Menjalankan konsep ini berarti memahami apa yang kita butuhkan dan mengurangi apa yang tidak kita perlukan.

Reduce ini menekankan pada gaya hidup yang kita pilih. Ada proses berpikir dan mempertimbangkan saat memilih gaya hidup kita. Reduce memberikan gambaran bahwa gaya hidup ini menyajikan kesederhanaan dan banyak kemudahan. Menghindari hal dan  barang yang sifatnya instan namun berefek buruk yang panjang. Mengurangi konsumsi barang-barang yang manfaatnya kurang optimal.

Gaya hidup minim sampah ini, mulai coba kami terapkan di dalam keluarga. Sedikit demi sedikit kami bergeser dari gaya hidup lama ke reduce. Prosesnya pun kami nikmati perlahan-lahan, karena ini berhubungan dengan mengubah kebiasaan. Waktunya pun butuh panjang untuk sampai pada titik berubah sepenuhnya.


Wadah stainless steel kombinasi plastik


Langkah awal mengubah gaya hidup ini kami mulai dengan :

1. Cek wadah makanan di rumah. Kebanyakan masih berbahan dasar plastik. Kami punya rencana untuk mulai bergeser ke wadah makanan yang lebih ramah lingkungan. Sudah mulai mencari informasinya dan menghitung anggaran yang dibutuhkan. Perlahan kami  akan bergeser ke wadah-wadah yang lebih ramah lingkungan.

2. Bergerak untuk memilah sampah di rumah. Ada sampah basah (makanan yang berlebih, kulit buah, potongan sayuran dll), sampah plastik (botol kemasan, gelas kemasan, wadah sachet dll), sampah kertas dan ada kaca. Kami belajar untuk memisahkan tiap kategorinya dan menata dengan rapi. Hasil pemisahan ini pun menjadi cambuk bagi kami supaya tidak menambah lagi jumlah sampah yang sejenis maupun yang berbeda dari itu.

3. Sering ngobrol dengan anak-anak untuk mengurangi bahkan stop konsumsi jajanan kemasan plastik dan sachet. Jika ingin membeli makanan, berusaha sekuat tenaga memilih yang minimal sampah.

4. Terus belajar dan berusaha mengedukasi diri sendiri beserta keluarga untuk selalu berpikir dan penuh pertimbangan saat akan berbelanja. Membeli suatu barang misalnya, perlu pemikiran dan pertimbangan penuh bahkan berkali-kali untuk memastikan bahwa itu benar-benar kebutuhan dan tidak berakhir menjadi sampah. Kami pun sering membeli barang second yang memang kami perlukan, daripada membeli barang baru.

5. Terus belajar untuk bisa berkarya dari rumah. Menghasilkan masakan sendiri, memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya dari hasil upaya sendiri. Proses ini bisa kolaborasi dengan semua anggota keluarga sesuai dengan bidang kemampuannya masing-masing.

Langkah-langkah di atas barulah sekelumit yang mampu kami lakukan. Tekad untuk menjaga, merawat dan mengembalikan lagi pinjaman bumi ini, menjadi motivasi kuat untuk terus bergerak. Prosesnya akan panjang. Bahkan kami terhitung terlambat menyadari keadaan. Namun, kami tetap berniat untuk terus menjalankannya. Semoga Allah SWT ridlo dengan langkah-langkah kecil kami.


Sumber tulisan :
Materi Pekan 2 Kelas Hijrah Nol Sampah IP Jakarta, 2018
Sharing Pengalaman Hijrah Nol Sampah DK Wardhani, 2018
Proses Hijrah Nol Sampah di keluarga Baskomteam, 2018


#belajarzerowaste
#hijrahnolsampah
#hijrahnolsampahipjakarta
#hnsipjakarta
#HNSt2
#ibuprofesionaljakarta
#baskomteam
#matabacaQuBA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah Anak Berlatih Mengelola Keuangan?

Berkunjung ke Kantor Lurah Pejaten Timur

Merica dan Ketumbar

Kreasi botol bekas